Dewasa kini perkembambangan bank syariah sangat signifikan. Jumlah perbakan syariah terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini didasari pada kesadaran konsumen untuk menerapkan nilai-nilai islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan perekonomian dan perbankan. Kesadaran dari konsumen ini tidak semata-mata dari faktor religius. Lebih dari itu, ada lima alasan mendasar sesorang bergabung dengan bank syariah. Dalam artikel ini akan saya paparkan lima alasan tersebut.
Alasan pertama, bank syariah bebas bunga (interest). Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atas dasar balas jasa karena telah meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain, jumlah pembayarannya telah ditentukan di awal perjanjian. Dilihat dari sisi manapun hal tesebut berakibat buruk bagi pelakunya.
Bagi nasabah pemodal (yang mempunyai uang), akan menjadikan nasabah tersebut seorang pemalas. Misalnya, seorang nasabah pemodal menyimpan uangnya di bank A sebesar Rp 500.000.000.00. Bank A menetapkan bunga sebesar 12% pertahun menggunakan bunga tetap. Jika nasabah itu menyimpan uangnya selama lima tahun, dia akan mendapatkan pengembalian dari investasinya sebesar Rp.525.000.000.00 jadi, utuk apa lagi dia bekerja? Tanpa dia bekerja pun dia akan mendapatkan income.
Bagi nasabah pengusaha (peminjam dana). Bunga pinjaman itu harus terus dibayarkan baik usahanya untung atau rugi. Padahal dalam melakukan usaha untung atau rugi itu tidak bisa di tentukan. Sedangkan, pembayaran bunga dari pinjaman telah di tentukan diawal saat bank itu memberikan pembiayaan. Bunga tersebut harus tetap dibayar walaupun usahanya rugi.
Alasan kedua, memilih bank syariah adalah prinsip dasar dalam bank syariah menggunakan akad mudharabah (trust financing, trust investment). Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudhorib).
Dalam mudharabah si pemilik modal (shahibul maal) tidak mendapat peran dalam manajemen. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Sedangkan, apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Perlu di ingat, pemodal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar modal yang telah diberikannya. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kekurangan atau kelalaian si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Hikmah dari akad mudharabah untuk memudahkan orang, karena sebagian orang memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan sebagian orang lainya tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. pemilik modal memanfaatkan keahlian pengelola usaha dan pengelola usaha memanfaatkan pemilik modal, dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal.
Manfaat mudharabah untuk nasabah pemilik modal, dia akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah pengusaha (pengelola) meningkat. Nasabah pemilik modal ikut memotivasi nasabah pengusaha (pengelola) untuk terus mengembangkan bisnisnya. Manfaat mudharabah untuk bank. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pemodal secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan pengusaha (pengelola). Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang dibagikan. Manfaat mudharabah untuk nasabah pengusaha (pengelola), sebagai pihak yang di amanahkan untuk mengelola, dia akan bersungguh-sungguh untuk mengembangkan bisnisnya. Agar keuntungan yang dia dapatkan bisa dinikmati oleh banyak pihak. Nasabah pengusaha (pengelola) tidak diberatkan dengan pengembalian pokok pembiayaan karena pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah. System mudharabah mempunyai hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) baik untuk nasabah pemodal, bank dan nasabah pengusaha (pengelola).
Alasan ketiga, bank syariah memiliki lingkungan kerja yang baik, sejalan dengan syariah. Misalnya, sifat amanah dan shidiq harus dimiliki setiap elemen bank syariah. Baik karyawan bank syariah maupun nasabah bank syariah . Karyawan bank syariah harus memiliki sifat amanah dan shidiq sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Misalnya, dalam memberikan pembiayaan atau pemodalan, karyawan bank syariah harus selektif memilih usaha yang halal, aman dan menguntungkan. Karyawan bank syariah amanah dalam menjaga titipan nasabah sehingga titipan dari nasabah tersebut aman, tidak mempergunakannya tanpa izin nasabah yang menitipkan. Sifat amanah dan shidiq juga harus senantiasa tertanam di hati nasabah. Baik nasabah pemodal maupun nasabah pengusaha. Nasabah pemodal yang menanamkan modalnya di bank syariah tidak hanya semata-mata ingin mendapatkan keuntungan. Lebih jauh dari itu, dia termotivasi untuk menolong saudaranya yang sedang membutuhkan dana untuk pengembangan usahanya, hal ini menunjukan sifat amanah dan shidiq dalam memanfaatkan harta yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT kepadanya. Nasabah pengusaha sebagai seseorang yang diberikan amanah untuk menelola modal nasabah peminjam harus menggunakan modal tersebut dengan amanah dan shidiq, tidak boleh menggunakan modal tersebut diluar pengembangan usahanya.
Alasan keempat, dari segi orientasinya. Bank syariah tidak hanya berorientasi pada profit. lebih jauh dari itu, bank syariah berorientasi pada falah (kemaslahatan). Hal ini tercermin dalam system pembiayaan bank syariah. Bank syariah akan memberikan pembiayaan untuk bisnis yang dilaksanakan dengan cara yang syariah. Penilaianyan dilihat dari segi bisnis yang dijankan. apakahah bisnis tersebut bisnis yang dihalalkan, tidak menimbulkan kemadharatan untuk masyarakat, bukan bisnis yang berkaitan dengan pebuatan mesum/asusila dan perjudian. Bisnis itu tidak berkaitan dengan industri pembuatan senjata yang ilegal/berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal. Proyek itu tidak merugikan syiar islam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Alasan kelima, bank syariah menutupi aib seseorang. Hal ini terbukti dengan adanya produk syariah gadai. Gadai dalam bahasa arab adalah ar-rahan yang berarti menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Misalnya, ada seseorang ibu yang membutuhkan dana untuk biaya pendidikan anaknya, biaya pengobatan, pelaksanaan hajatan atau kebutuhan lain. Ibu itu harus segera mendapatkan dana, lalu ibu tersebut pergi ke bank syariah untuk menggadaikan perhiasanya maka, bank syariah akan memberikan dana yang dibutuhkan si ibu. Kemudian tetangga si ibu melihat si ibu di bank syariah, maka tetangga si ibu tersebut secara langsung akan berasumsi bahwa si ibu itu pergi ke bank syariah untuk menabug, atau berinvestasi. Tetapi jika si ibu yang membutuhkan dana cepat tersebut pergi ke penggadaian lalu tetangga si ibu meliahatnya, maka tetangganya itu akan langsung berasumsi si ibu sedang tidak punya uang sampai harus menggadaikan perhiasanya. Hal tersebut membuktikan bahwa bank syariah mampu menutupi aib seseorang.
Perkembangan bank syariah tidak hanya semata-mata karena faktor religius, lebih dari itu konsumen memiliki alasan untuk memilih bank syariah. Lima alasan itu diantaranya bank syariah bebas bunga, prinsip mendasar bank syariah adalah mudharabah, memiliki lingkungan kerja yang baik sejalan dengan syariah. Orientasi bank syariah tidak hanya pada profit (keuntungan) lebih dari itu falah sangat diutamakan. Bank syariah terbukti mampu menutupi aib seseorang.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema insani dan Tazkia cendikiawan.
Perwataatmadja, Karnaen A dan Hendri Tanjung. 2011. Bank Syariah Teori, Praktik, dan Peranannya. Jakarta. Celestial Publishing.
Lewis, Mervyn dan Latifa M. Algaoud. 2001. Perbankan Syariah Prinsip,Praktik dan Prospek . Jakarta. Serambi.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema insani dan Tazkia cendikiawan.
Perwataatmadja, Karnaen A dan Hendri Tanjung. 2011. Bank Syariah Teori, Praktik, dan Peranannya. Jakarta. Celestial Publishing.
Lewis, Mervyn dan Latifa M. Algaoud. 2001. Perbankan Syariah Prinsip,Praktik dan Prospek . Jakarta. Serambi.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan anda berkomentar sepenuh hati, sebagai bentuk kontribusi dan motivasi untuk kemajuan blog ini. saya ucapkan trima kasih atas kontribusi anda.