Rabu, Juli 20, 2011

Konsep Uang dalam Islam


PENDAHULUAN


Uang adalah instrumen perekonomian yang sangat penting. Hampir semua kegiatan ekonomi sangat bergantung pada instrumen ini yang antara lain, berfungsi sebagai alat tukar ataupun alat bayar. Oleh karena itu, kehadiran uang dalam kehidupan sehari-hari sangat vital, terutama untuk memperoleh barang, jasa, serta kebutuhan hidup lainnya.

Uang adalah inovasi modern yang menggantikan posisi barter, atau tukar menukar satu barang dengan barang lainnya. Disamping itu terhapusnya sistem pertukaran barter dalam sejarah ekonomi bangsa tidak terjadi dalam waktu yang sama. Sekalipun pertukaran barter mengalami penurunan tajam setelah uang mengambil alih fungsi sebagai alat tukar perdagangan internasional, namun pertukaran barter kini banyak dilihat sebagai alternatif yang bagus dalam perdagangan antar negara.

Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest). Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi empuk bagi banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi. lalu apakah dalam islam uang tidak boleh di pergunakan?

Bagai manakah islam memendang uang tersebut?. Apakah ada cara pandang yang berbeda terhadap uang menurut ekonomi konvensional dan ekonomi syariah?. hal tersebut, akan kita bahas dalam makalah ini.

       Pada uraian latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa masalah yang menjadi objek permasalah yang akan di bahas pada makalah ini.
1.      Apa pengertian uang ?
2.      Bagaimana syarat seseuatu dapat dikatakan sebagai alat tukar?
3.      Apa saja fungsi uang?
4.      Perbandingan pengertian uang secara syariah dan konvensional?

      Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Agar para pembaca memahami dengan jelas tentang pengertian uang secara syariah dan konvensional.
2.      Agar pembaca mengetahui tentang fungsi uang selain sebagai alat tukar.
3.      Agar pembaca mengetahui tentang syarat suatu benda dikatakan uang.
4.      Agar para pembaca mengerti tentang berbagai jenis uang dipandang dari berbagai sudut.


Tinjauan pustaka
 Penulis  melakukan  tinjauan  pustaka  sebagai  sistematika  penulisan  makalah  ini. Berbagai  macam media  pustaka  kami  jadikan  sebagai  bahan  referensi  kami. Diantaranya : buku, majalah, dan internet.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Uang

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran. Menurut Kasmir uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu untuk melakukan pembelian barang dan jasa .  dari beberapa definisi diatas bisa kita simpulkan bahwa uang adalah sesuatu yang diterima dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah,  efisien, dan cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern daripada barter.
Ekonomi konvensional mengatakan bahwa uang merupakan asset yang sangat istimewa dan mempunyai status yang sangat istimewa pula atas asset-asset ekonomi lainnya. Menurut konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian.  Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang  yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Dari definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan ekonomi konvensional memandang bahwa uang itu sebagai asset dan capital. Yang artinya jika mereka mempunyai banyak uang maka mereka akan mendapatkan keuntungan yang banyak juga. Karna Capital sama dengan profit. Jadi jika mempunyai capital banyak maka mereka akan mendapatkan profit yang bayak juga.
Oleh karna itu bagi  mereka, melakukan praktek riba itu diperbolehkan, atau menimbun harta itu diperbolehkan. Untuk mereka sah-sah saja. Padahal dibalik semua itu melakukan riba atau menimbun itu akan mengakibatkan kerusakan dalam sistem ekonomi.
Ekonomi islam mendefinisikan uang adalah sebagai fasilitator atau mediasi pertukaran (medium of exchange), bukan komoditas yang dapat dipertukarkan dan disimpan sebagai asset dan kekayaan individu.
Dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goodsUang yang mengalir adalah public goods.  Oleh karna itu dalam Islam diharamkan melakukan praktek riba dan dilarang untuk melakukan penimbunan.
      2.4  Sejarah Uang
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya,  masyarakat  berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri.  Seiring dengan perkembangan manusia. Harus menerima bahwa apa yang di produksinya sendiri ternya tidak cukup untuk menenuhi kebutuhannya. Karna itu untuk memenuhi kebutuhannya , mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah system barter yaitu barang satu ditukar dengan barang yang lain.
Dalam pelaksanaan sistem barter, manusia zaman dulu merasakan banyak kesulitan-kesulitan dalam menjalankan sistem ini. Di antaranya  kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan mau menukarkan barang yang dimilikinya, kemudian kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Kemudian mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya gandum.
Meskipun  alat tukar  sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain  benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Akhirnya muncul gagasan untuk membuat uang logam.  Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money).  Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut).
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas.  Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Pada mulanya uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.

 2.5 Syarat Untuk Menjadikan Benda Sebagai Alat Tukar Atau Uang
1.       benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa.
2.      Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability),
3.      kualitasnya cenderung sama (uniformity),
4.       jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity).
5.      Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).
1.medium of exchange ( alat tukar)
Dalam sistem perekonomian barter, pertukaran terjadi secara langsung antara barang satu dengan barang lainnya atau komoditas satu dengan komoditas lainnya, dimana seseorang tidak akan menyerahkan barangnya kepada orang lain sebelum menerima barang orang lain yang bersedia dipertukarkan.
Ketika uang digunakan sebagai alat tukar, maka yang terjadi adalah membeli barang dengan uang dan menjual barang dengan uang.
2.store of value (alat penyimpan nilai)
Uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli memang sangat fleksibel untuk dijadikan penyimpan kekayaan, karena sifatnya yang liquid dan tidak ada biaya penyimpanan terhadapnya. Karena tidak ada biaya penyimpanan terhadap uang dalam ekonomi konvensional, maka syarat yang paling utama adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai yang stabil. Karna itu mereka membolehkan untuk menyimpan uang dalam jumlah yang benyak bahkan cenderung berlebihan (menimbun).
Padahal menimbun itu sesuatu yang tidak diperbolehkan. Hal ini Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang.
3.unit of account (Sebagai alat satuan hitung)
Uang sebagai alat satuan hitung (unit of account) tentu akan mempemudah proses tukar menukar dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti mobil dan gandum, pesawat terbang dan beras dan lain sebagainya. Dua jenis barang yang berbeda secara fisik tersebut akan bisa seragam dan lebih mudah dipertukarkan bila nilai masing-masing dinyatakan dalam satuan mata uang
al-Ghozaly mengatakan, seperti yang dikutip oleh Adiwarman A. Karim,21 bahwa uang itu seperti cermin, tidak berwarna, tetapi dapat merefleksikan warna. yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
4.standard of deferred payment (Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan )
Uang sebagai alat standar pembayaran yang ditangguhkan. Dengan kata lain uang terkait dengan transaksi pinjam meminjam atau transaksi kredit, yang artinya barang sekarang, dibayar nanti atau uang sekarang dibayar nanti.
            Persaman fungsi uang syariah dan konvensional  adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account).perbedaannya ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi “motif money demand for speculation” yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan.
Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.
Ibnu Tamiyah dalam kitabnya “Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam” menyampaikan lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni :

1.  Perdagangan uang akan memicu inflasi
2.  Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat   orang untuk melakukan kontrak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/ karyawan;
3. Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang;
4. Perdagangan internasional akan menurun;
5. Logam berharga (emas & perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinsic mata uang akan mengalir keluar negeri.
Perdagangan uang adalah salah satu bentuk riba yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Untuk itu, marilah kita kembali kepada fungsi uang yang sebenarnya yang telah dijalankan dalam konsep Islam, yakni sebagai alat pertukaran dan satuan nilai, bukan sebagai salah satu komoditi, dan menyadari bahwa sesungguhnya uang itu hanyalah sebagai perantara untuk menjadikan suatu barang kepada barang yang lain.
Dengan demikian, maka dalam praktek sebuah Bank Syariah yang benar, Bank bukan menjual-belikan uang tetapi adalah menjual-belikan barang dan atau berbagi hasil dalam sebuah kemitraan usaha guna menghindari perubahan fungsi uang dari alat pertukaran dan satuan nilai menjadi komoditi

            Terlepas dari fungsi uang dalam pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi islam yang berbeda. Islam menganjurkan untuk tetap menggunakan uang sebagai medium of change (alat tukar). Sebagai mana hadist yang diriwayatkan diriwayatkan oleh  Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.  Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Kurma dari mana ini ?” Jawab Bilal, “Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW.” Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.” (H.R Bukhari Muslim).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi Saw memerintahkan agar menjuall kurma (yang kurang bagus) terlebih dahulu, kemudian uang penjualan itu digunakan untuk membeli kurma yang berkualitas bagus tadi. Jadi Nabi saw melarang menukar secara langsung 2 sha’ kurma kurang bagus dengan 1 sha’ kurma yang berkualitas bagus.


Sering kita mendengar bahwa dinar dan dirham itu adalah mata uanga yang paling aman digunakan. Mata unang yang stabil. Dan banyak lagi kelebihan-kelebihannya saat dinar dan dirham itu digunakan sebagai mata uang. Dalam makalah ini insya Allah kita akan membahas sedikit tentang dinar dan dirham.
Dinar dan dirham termasuk Uang logam, uang yang di buat dari logam mulia yaitu emas dan perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai.

Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh Paleiothic Man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic (JM Keynes).
Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Sementara Khalifah Umar bin Khattab menentukan standar koin dengan berat 10 Dirham setara dengan 7 Dinar (1 mitsqal).
Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdulmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar bin Khattab.

Dalam Alquran dan Hadits, emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan. Ini dapat kita lihat dalam QS. at-Taubah: 34 yang menjelaskan orang-orang yang menimbun emas dan perak, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih. Ayat ini juga menegaskan tentang kewajiban zakat atas logam mulia secara khusus. Dalam QS al-Kahf: 19, Allah menceritakan kisah Ashabul Kahf (penghuni gua) yang menyuruh salah seorang dari teman mereka untuk membelanjakan uang peraknya (wariq) guna membeli makanan sesudah mereka tertidur selam 309 tahun di gua. Alquran menggunakan kata wariq yang artinya uang logam dari perak atau dirham.
Di samping itu banyak sekali hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebut dinar-dirham atau menggunakan kata wariq. Rasulullah SAW bersabda, “Dinar dengan dinar, tidak ada kelebihan antara keduanya (jika dipertukarkan); dan dirham dengan dirham, tidak ada kelebihan di antara keduanya (jika dipertukarkan ).” (H.R. Muslim). Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menggunakan kata wariq seperti dalam hadis berikut ini: “Uang logam perak (wariq) yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atasnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pro kontra mengenai hukum penggunaan mata uang dinar-dirham dalam Islam ramai dibicarakan sejak abad pertengahan.Perdebatan apakah mata uang adalah masalah syara’ yang sudah ditetapkan oleh Allah swt, atau hanya masalah tradisi-terminologis yang penetapannya diserahkan pada kebiasaan masyarakat (‘urf)? Apakah hanya emas dan dirham yang memiliki “otoritas” sebagai satu-satunya mata uang umat Islam (single money) atau bisa berlaku mata uang yang lain?
Ulama-ulama besar seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf, fatwa kalangan Hanafiyah dalam Al-Fatawa al-Hindiyah berpendapat bahwa uang adalah masalah syara’ yang telah diatur oleh Allah swt. Alquran hanya menyebutkan emas, perak, dinar, dan dirham sebagai barang-barang yang memiliki nilai, dan tidak pernah penyebutkan mata uang lainnya.
Maka menjadi hal yang niscaya bagi umat Islam untuk menggunakan emas dan perak (dinar-dirham) sebagai satu-satunya medium of exchange. Al-Maqrizy ulama-ekonomi yang sangat lantang menyuarakan pendapatnya bahwa mata uang yang sah menurut syara’ hanyalah emas dan perak. Kasyful Ghummah, Al-Maqrizy menyatakan mata uang yang bisa diterima baik oleh agama, logika, dan tradisi hanyalah emas dan perak. Yang lain tidak.


Menurut Al-Baladziri dalam Futuhul Buldan, Umar bin Khattab ra. pernah punya keinginan untuk menjadikan mata uang dari kulit unta.  Umar berkata “ Aku ingin (suatu saat) menjadikan kulit unta sebagai alat tukar,”. Menurutnya, sebagai alat tukar (medium of exchange) uang tidak harus terbatas pada dua logam mulia saja. Karena sesungguhnya, apapun, dapat berfungsi menjadi uang termasuk kulit unta.
Terlepas dari pro-kontra seputar hukum penggunaan dinar-dirham sebagai mata uang dalam islam, penetapan mata uang mesti memperhatikan faktor stability (kesetabilan nilai), fairness (keadilan), dan reliability (ketahanan) sebagai acuan. Dengan memperhatikan faktor-faktor ini maka dinar-dirham diakui banyak kalangan sebagai mata uang yang memenuhi kualifikasi di atas.











PENUTUP


      Terlihat jelas bahwa perbedaan cara pandang fungsi uang secara konvensional sangat berbeda dengan konsep islam. Secara islam tersirat suatu pengakuan bahwa seorang muslim yang berkesadaran tauhid akan memiliki pandangan dunia( vision de la monde ) yang utuh, kompak dan integral. Kita yakini bahwa dirham dan dinar merupakan bentuk nikmat dari Allah yang diberikan kepada manusia dengan maksud dijadikan alat tukar. Maka kedua logam ini haruslah berputar (sirkulasi) dari satu tangan ke tangan lainnya.  Uang adalah ibarat darah dalam tubuh, semakin beredar dengan lancar tubuh akan semakin sehat dan tidak berpenyakitan.Konvensional terdapat beberapa bentuk kedzaliman apabila seseorangmenyimpan uang dengan tujuan untuk menimbun (iktinaz) dengan akibat uang menjadi tidak bisa beredar dalam sirkulasi dan orang-orang yang  melakukan kegiatan itu telah memanfaatkan uang untuk tujuan-tujuan yang salah. 


   3.2  Saran

Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah prinsip uang dalam islam , agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit,  tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.



Basri, Ikhwan Abidin ,M.A. Menguak Pemikiran Ekonomi Ulam Islam .
2008. Solo: Aqwam Jembatan Ilmu

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan anda berkomentar sepenuh hati, sebagai bentuk kontribusi dan motivasi untuk kemajuan blog ini. saya ucapkan trima kasih atas kontribusi anda.

chikal note

google analytics

 

Chikal Note Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template In collaboration with fifa
Cake Illustration Copyrighted to Clarice